Hadits ke-1
dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah saw
bersabda, “Allah swt berfirman, 'Aku tergantung kepada sangkaan hamba-Ku
kepada-Ku.. Dan Aku bersamanya apabila dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku
didalam hatinya, maka Aku mengingat dia di dalam hati-Ku; dan jika dia
mengingat-Ku dalam suatu majlis, maka Aku mengingat dia di dalam majlis yang
lebih baik dari mereka (yaitu dalam majlis para malaikat yang ma'shum dan tanpa
dosa ).Jika dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta, jika dia
mendaki-Ku sehasta maka Aku mendekatinya sedepa, dan jika dia mendekati-Ku
dengan berjalan, maka Aku mendekatinya dengan berlari.” (Hr.Bukhari, Muslim,
Ahmad, Tirmizdi, Nisai, dan Ibnu Majah)
Keterangan :
Hadits ini menerangkan beberapa pelajaran penting :
Pertama, tentang sikap Allah terhadap hamba-Nya
tergantung kepada sangkaan hamba tersebut kepada Allah. Maksudnya, agar manusia
senantiasa mengharapkan karunia dan rahmat Allah swt, janganlah sekali-kali
berputus asa dari rahmat-Nya. Walaupun kita banyak berbuat dosa dan telah
melampaui batas dan segala dosa dan kesalahan itu akan mendapatkan balasan,
namun janganlah sekali-kali putus harapan dari rahmat Allah swt, karena Allah
Yang Maha Kasih Sayang dapat saja mengampuni dosa kita melalui rahmat dan
karunia-Nya Allah swt berfirman dalam al Quran:
“ Sesungguhnya Allah tidak akan menganpuni dosa syirik
kepada-Nya. Dan Dia akan mengampuni dosa selain (dosa syirik) itu bagi siapa
saja yang dikehendaki-Nya.”(Qs.an Nisa Atay 116)
Oleh karena itulah, alim ulama menyatakan bahwa iman
antara harapan (roja) dan takut (khauf) kepada Allah swt . Suatu ketika
Rasulullah saw menjenguk seorang sahabat muda yang sedang berada dalam
sakaratul maut,lalu Rasulullah saw bertanya kepadanya, “Bagaimana Keadaanmu?”
Jawabnya, “Wahai Rasulullah, saya mengharapkan rahmat Allah dan saya takut
kepada-Nya karena dosa-dosa saya.” Rasulullah saw bersabda, “Andaikan dunia
kedua hal itu ( yaitu harapan dan rasa takut) terdapat pada diri seseorang,
niscaya Allah swt mengabulkan apa yang diharapkannya dan menyelamatkannya dari
apa yang ditakutinya.” (Jam'ul Fawa'id)
Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa orang beriman
itu menganggap dosa-dosanya seperti sebuah gunung yang akan jatuh menimpa
dirinya. Sedangkan orang-orang yang berbuat dosa menganggap bahwa dosanya
seperti seekor lalat yang hinggap di tubuhnya, jika disentuh lalat itu akan
terbang, yakni orang yang suka berbuat maksiat dan tidak takut atas perbuatan
dosanya. Maksudnya, kita semua harus mengharapkan rahmat Allah swt dan takut
kepada siksa-Nya atas doa-dosa kita.
Seorang sahabat yaitu Mu'adz r.a telah syahid karena
diserang penyakit tha'un. Ketika hampir meninggal dunia, dia pingsan beberapa
kali. Ketika sadar ,dia berkata, “Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa saya sangat
mencintai-Mu. Demi kemuliaan-Mu, Engkau pasti mengetahui hal ini.” Kemudian dia
berkata lagi, “Wahai maut, selamat datang. Engkau tamu yang penuh dengan
keberkahan. Tapi sayang, engkau datang ketika saya dalam keadaan miskin. Ya
Allah , Engkau mengetahui bahwa hamba senantiasa takut kepada-Mu, tetapi kini
saya mengharap rahmat-Mu. Ya Allah, walaupun saya mencintai kehidupan di dunia ini,
namun bukanlah untuk menimbun harta kekayaan, menyibukkan diri dengan
pertanian, dan sebagainya, bahkan pada musim panas pun kami menahan haus dan
mengalami berbagai penderitaan semata-mata untuk mengembangkan agama-Mu dan
agar dapat duduk bersama para ulama dalam majlis dzikir kepada-Mu” (Tahdzibul
Lughat)
Sebagian ulama menjelaskan,bahwa makna 'tindakan Allah
terhadap hamba-Nya tergantung kepada sangkaan hamba-Nya' bukan hanya dalam
permohonan ampun saja,namun berlaku secara umum, termasuk doa-doa untuk memohon
kesehatan, kemudian rezeki, keamanan, dan sebagainya. Misalnya, jika seseorang
berdoa dan dia yakin bahwa doanya akan dikabulkan, niscaya Allah akan
mengabulkan doanya itu. Sebaliknya, jika dia menyangka bahwa doanya tidak akan
dikabulkan atau ada keraguan dalam hatinya, maka jelas Allah pun tidak akan
mengabulkan doanya. Oleh karena itu, disebutkan dalam hadits yang lain bahwa
doa seseorang itu akan diterima selama dia tidak berkata, “Doa saya tidak
dikabulkan oleh Allah.” Ini pun berlaku dalam masalah kesehatan, kekayaan, dan
lain-lain. Sebuah hadits menceritakan, “Barangsiapa menderita kelaparan,
kemudian dia meminta-minta kepada orang banyak, maka Allah tidak akan
mencukupinya.” Sebaliknya, jika dia memohon kepada Allah dan bermunajat kepada-Nya,
maka Allah akan menjauhkan segala kesulitannya itu. Oleh karena itu,kita harus
senantiasa husnuzh zhann (baik sangka) kepada Allah. Masalah ini telah berulang
kali diperingatkan oleh Allah dalam kitab suci Al Quran. Allah swt berfirman :
“.......dan jangan pula penipu (syetan) memperdayakan
kamu dalam (menaati) Allah.” (Qs. Lukman ayat 33)
Maksudnya, janganlah kita tertipu oleh syetan agar
terus menerus mengerjakan maksiat karena Allah Maha Pengampun dan Maha
Penyayang. Allah juga berfirman :
“Apakah dia melihat yang ghaib atau dia telah membuat
perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? Sekali-kali tidak!” (Qs. Maryam
ayat 78-79)
Kedua, kalimat “Apabila seorang hamba mengingati-Ku,
niscaya Aku akan selalu bersamanya.” Hadits qudsi lain menyebutkan, “Jika
hanba-hamba-Ku berdzikir kepada-Ku, maka selama dia menggarakkan bibirnya Aku
akan selalu bersamanya , Aku akan benar-benar memperhatikannya, dan menurunkan
rahmat khusus untuknya.”
Ketiga, kalimat ' Aku akan mengingatnya di dalam
majlis para malaikat yaitu Allah swt. membangga-banggakannya. Hal ini
disebabkan beberapa hal :
1.
Didalam diri manusia terdapat dua unsur yang bertantangan satu sama
lain, yaitu ketaatan dan kemaksiatan. Seperti diterangkan di dalam hadits ke-8.
Dalam keadaan demikian, yaitu adanya unsur ketaan dan kemaksiatan, maka
ketaatan ini menyebabkan mereka pantas dibanggakan.
1.
Ketika Allah akan menciptakan manusia, maka para malaikat berkata,
“Apakah engkau akan menciptakan makhluk yang akan membuat kerusakan dan
menumpahkan darah di muka bumi, padahal kami selalu bertasbih dan memuji-Mu?”
Para malaikat berkata demikian karena manusia memiliki sifat merusak, sedangkan
para malaikat tidak memiliki sifat tersebut,maka oleh karena itulah mereka
berkata, “Padahal kami selalu bertasbih dan memuji-Mu.” (Qs.al Baqarah ayat
30).
2.
Ketaatan dan ibadah manusia lebih baik daripada para malaikat, karena
manusia beribadah tanpa melihat alam akhirat, sedangkan para malaikat beribadah
dengan musyahadah (menyaksikan alam akhirat). Inilah yang dimaksud denga firman
Allah dalam hadits qudsi, bahkan jika mereka (malaikat) melihat Surga atau
Neraka, hal itu tidak akan mempengaruhi mereka. Oleh karena itu, dihadapan para
malaikat, Allah swt selalu membanggakan manusia yang senantiasa beribadah dan
memuji-Nya.
Keempat,
kalimat jika manusia datang mendekati-ku dengan berjalan, maka Aku mendekati
Dia denganberlari, yakni jika seorang hamba menuju kapada Allah swt maka rahmat
Allah swt akan lebih cepat menuju kepada nya dan Dia melimpahkan karunia
kepadanya. Kini terserah kepada manusia itu, jika mereka ingin mendapatkan
rahmat dan karunia Allah, maka hendaknya mereka ingin mendapatkan rahmat dan
karunia Allah, maka hendaknya mereka itu sendiri menuju atau mendekatkan diri
mereka kepada-Nya.
Kelima,
hadits di atas menyatakan bahwa 'jamaah para malaikat lebih baik daripada
jamaah orang berdzikir', sedangkan manusia adalah asyaful makhuqat (makhluk
yang paling mulia). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, telah
jelas dalam terjemahannya bahwa yang dimaksud dengan ' lebih baik' di sini
adalah suatu derajat khusus. Para malaikat adalah ma'shum, mereka tidak
melakukan dosa. Kedua, karena jumlah malaikat lebih banyak daripada jumlah
manusia, dan mereka lebih baik daripada manusia pada umumnya. Namun seorang
mukmin atau Anbiya a.s lebih baik daripada malaikat.
Hadits
ke-2
Abdullah
bin busrin r.a berkata, “sesungguhnya ada seorang lelaki berkata, 'Wahai
Rasululah, sesungguhnya telah banyak syariat Islam ini bagiku,maka
beritahukanlah kepadaku sesuatu yang dapat saya amalkan.' Rasulullah saw
berasabda, “ Selalulah membasahi lidahmu dengan dzikrullah.” (Hr.Ibnu Abi
Dunta, al Bazzar , Ibnu Hibban, dan Thabrani)
Penjelasan
:
Dalam
sebuah hadits disebutkan bahwa Mu'adz r.a menceritakan pembicaraannya yang
terakhir dengan Rasulullah saw adalah sbb:
“Ketika
aku berpisah dengan Rasulullah saw dan aku bertanya amal manakah yang amat
dicintai oleh Allah?” Maka Rasulullah saw menjawab, “Basahilah lidahmu dengan
dzikrullah ketika kamu meninggal dunia”
Kata
'berpisah' di sini maksudnya ialah ketika Rasulullah saw mengutus Mu'adz bin
Jabal r.a untuk melaksanakan dakwah dan tabligh, sekaligus diangkat menjadi
gubernur di Yaman. Dalam Perpisahan itu, Rasulullah saw memberikan beberapa
nasihat kapadanya. Mu'adz r.a pun mengemukakan beberapa pertanyaan kepada
Rasulullah saw termasuk pertayaan diatas.
Yang
dimaksud dengan 'telah banyak syariat' disini adalah, bahwasanya telah banyak
sekali perintah dan larangan dalam agama, dan sangat penting intuk
mengamalkannya dengan sempurna. Namun, diantara sekian banyak syariat itu,
manakah yang paling penting, sehingga dapat dipegang dan diamalkan terus
menerus dengan sekuat tenaga pada setiap saat dan tempat dapat dilakukan dengan
berjalan, bangun, dan berdiri.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah saw
pernah bersabda, “Barangsiapa yang didapati pada dirinya empat hal, niscaya ia
akan memperoleh segala kebaikan di dunia dan diakhirat pertama, lidah yang
senantiasa dibasahi denga dzikrullah . Kedua, hati yang senantiasa sibuk dengan
bersyukur. Ketiga, tubuh yang senantiasa sehat.Keempat, seorang istri yang
menjaga kehormatan dan harta suaminya, yaitu ia dapat menjaga dari segala
keburukan.”
Yang dimaksud dengan 'Rathbul
Lisan' adalah membasahi lidah dengan berdzikir. Para ulama telah
mengartikan demikian, dan ini adalah suatu peribahasa yang umum. Dalam
kehidupan keseharian pun jika seseorang banyak memuji atau membicarakan
sesuatu, maka akan dikatakan bahwa si fulan itu basah lidahnya dengan
memujinya. Menurut pendapat saya, jika seseorang mencintai seseorang, maka
lidahnya akan merasa manis dan nikmat jika sering menyebut nama orang yang
dicintainya. Hakekat ini tentu dirasakan oleh orang yang pernah jatuh cinta.
Oleh karena itu maksudnya sudah jelas yaitu hendaknya menyebut nama Allah Yang
Maha Suci sehingga kenikmatannya dapat dirasakan oleh orang yang menyebutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar