Kamis, 03 Juli 2014

ALLOH TERGANTUNG SANGKAAN HAMBANYA


Hadits ke-1
dari Abu Hurairah r.a berkata, Rasulullah saw bersabda, “Allah swt berfirman, 'Aku tergantung kepada sangkaan hamba-Ku kepada-Ku.. Dan Aku bersamanya apabila dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku didalam hatinya, maka Aku mengingat dia di dalam hati-Ku; dan jika dia mengingat-Ku dalam suatu majlis, maka Aku mengingat dia di dalam majlis yang lebih baik dari mereka (yaitu dalam majlis para malaikat yang ma'shum dan tanpa dosa ).Jika dia mendekati-Ku sejengkal, maka Aku mendekatinya sehasta, jika dia mendaki-Ku sehasta maka Aku mendekatinya sedepa, dan jika dia mendekati-Ku dengan berjalan, maka Aku mendekatinya dengan berlari.” (Hr.Bukhari, Muslim, Ahmad, Tirmizdi, Nisai, dan Ibnu Majah)
Keterangan :
Hadits ini menerangkan beberapa pelajaran penting :
Pertama, tentang sikap Allah terhadap hamba-Nya tergantung kepada sangkaan hamba tersebut kepada Allah. Maksudnya, agar manusia senantiasa mengharapkan karunia dan rahmat Allah swt, janganlah sekali-kali berputus asa dari rahmat-Nya. Walaupun kita banyak berbuat dosa dan telah melampaui batas dan segala dosa dan kesalahan itu akan mendapatkan balasan, namun janganlah sekali-kali putus harapan dari rahmat Allah swt, karena Allah Yang Maha Kasih Sayang dapat saja mengampuni dosa kita melalui rahmat dan karunia-Nya Allah swt berfirman dalam al Quran:
“ Sesungguhnya Allah tidak akan menganpuni dosa syirik kepada-Nya. Dan Dia akan mengampuni dosa selain (dosa syirik) itu bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.”(Qs.an Nisa Atay 116)
Oleh karena itulah, alim ulama menyatakan bahwa iman antara harapan (roja) dan takut (khauf) kepada Allah swt . Suatu ketika Rasulullah saw menjenguk seorang sahabat muda yang sedang berada dalam sakaratul maut,lalu Rasulullah saw bertanya kepadanya, “Bagaimana Keadaanmu?” Jawabnya, “Wahai Rasulullah, saya mengharapkan rahmat Allah dan saya takut kepada-Nya karena dosa-dosa saya.” Rasulullah saw bersabda, “Andaikan dunia kedua hal itu ( yaitu harapan dan rasa takut) terdapat pada diri seseorang, niscaya Allah swt mengabulkan apa yang diharapkannya dan menyelamatkannya dari apa yang ditakutinya.” (Jam'ul Fawa'id)
Disebutkan dalam sebuah hadits, bahwa orang beriman itu menganggap dosa-dosanya seperti sebuah gunung yang akan jatuh menimpa dirinya. Sedangkan orang-orang yang berbuat dosa menganggap bahwa dosanya seperti seekor lalat yang hinggap di tubuhnya, jika disentuh lalat itu akan terbang, yakni orang yang suka berbuat maksiat dan tidak takut atas perbuatan dosanya. Maksudnya, kita semua harus mengharapkan rahmat Allah swt dan takut kepada siksa-Nya atas doa-dosa kita.
Seorang sahabat yaitu Mu'adz r.a telah syahid karena diserang penyakit tha'un. Ketika hampir meninggal dunia, dia pingsan beberapa kali. Ketika sadar ,dia berkata, “Ya Allah, Engkau mengetahui bahwa saya sangat mencintai-Mu. Demi kemuliaan-Mu, Engkau pasti mengetahui hal ini.” Kemudian dia berkata lagi, “Wahai maut, selamat datang. Engkau tamu yang penuh dengan keberkahan. Tapi sayang, engkau datang ketika saya dalam keadaan miskin. Ya Allah , Engkau mengetahui bahwa hamba senantiasa takut kepada-Mu, tetapi kini saya mengharap rahmat-Mu. Ya Allah, walaupun saya mencintai kehidupan di dunia ini, namun bukanlah untuk menimbun harta kekayaan, menyibukkan diri dengan pertanian, dan sebagainya, bahkan pada musim panas pun kami menahan haus dan mengalami berbagai penderitaan semata-mata untuk mengembangkan agama-Mu dan agar dapat duduk bersama para ulama dalam majlis dzikir kepada-Mu” (Tahdzibul Lughat)
Sebagian ulama menjelaskan,bahwa makna 'tindakan Allah terhadap hamba-Nya tergantung kepada sangkaan hamba-Nya' bukan hanya dalam permohonan ampun saja,namun berlaku secara umum, termasuk doa-doa untuk memohon kesehatan, kemudian rezeki, keamanan, dan sebagainya. Misalnya, jika seseorang berdoa dan dia yakin bahwa doanya akan dikabulkan, niscaya Allah akan mengabulkan doanya itu. Sebaliknya, jika dia menyangka bahwa doanya tidak akan dikabulkan atau ada keraguan dalam hatinya, maka jelas Allah pun tidak akan mengabulkan doanya. Oleh karena itu, disebutkan dalam hadits yang lain bahwa doa seseorang itu akan diterima selama dia tidak berkata, “Doa saya tidak dikabulkan oleh Allah.” Ini pun berlaku dalam masalah kesehatan, kekayaan, dan lain-lain. Sebuah hadits menceritakan, “Barangsiapa menderita kelaparan, kemudian dia meminta-minta kepada orang banyak, maka Allah tidak akan mencukupinya.” Sebaliknya, jika dia memohon kepada Allah dan bermunajat kepada-Nya, maka Allah akan menjauhkan segala kesulitannya itu. Oleh karena itu,kita harus senantiasa husnuzh zhann (baik sangka) kepada Allah. Masalah ini telah berulang kali diperingatkan oleh Allah dalam kitab suci Al Quran. Allah swt berfirman :
“.......dan jangan pula penipu (syetan) memperdayakan kamu dalam (menaati) Allah.” (Qs. Lukman ayat 33)
Maksudnya, janganlah kita tertipu oleh syetan agar terus menerus mengerjakan maksiat karena Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Allah juga berfirman :
“Apakah dia melihat yang ghaib atau dia telah membuat perjanjian di sisi Tuhan Yang Maha Pemurah? Sekali-kali tidak!” (Qs. Maryam ayat 78-79)
Kedua, kalimat “Apabila seorang hamba mengingati-Ku, niscaya Aku akan selalu bersamanya.” Hadits qudsi lain menyebutkan, “Jika hanba-hamba-Ku berdzikir kepada-Ku, maka selama dia menggarakkan bibirnya Aku akan selalu bersamanya , Aku akan benar-benar memperhatikannya, dan menurunkan rahmat khusus untuknya.”
Ketiga, kalimat ' Aku akan mengingatnya di dalam majlis para malaikat yaitu Allah swt. membangga-banggakannya. Hal ini disebabkan beberapa hal :
1.    Didalam diri manusia terdapat dua unsur yang bertantangan satu sama lain, yaitu ketaatan dan kemaksiatan. Seperti diterangkan di dalam hadits ke-8. Dalam keadaan demikian, yaitu adanya unsur ketaan dan kemaksiatan, maka ketaatan ini menyebabkan mereka pantas dibanggakan.
1.    Ketika Allah akan menciptakan manusia, maka para malaikat berkata, “Apakah engkau akan menciptakan makhluk yang akan membuat kerusakan dan menumpahkan darah di muka bumi, padahal kami selalu bertasbih dan memuji-Mu?” Para malaikat berkata demikian karena manusia memiliki sifat merusak, sedangkan para malaikat tidak memiliki sifat tersebut,maka oleh karena itulah mereka berkata, “Padahal kami selalu bertasbih dan memuji-Mu.” (Qs.al Baqarah ayat 30).
2.    Ketaatan dan ibadah manusia lebih baik daripada para malaikat, karena manusia beribadah tanpa melihat alam akhirat, sedangkan para malaikat beribadah dengan musyahadah (menyaksikan alam akhirat). Inilah yang dimaksud denga firman Allah dalam hadits qudsi, bahkan jika mereka (malaikat) melihat Surga atau Neraka, hal itu tidak akan mempengaruhi mereka. Oleh karena itu, dihadapan para malaikat, Allah swt selalu membanggakan manusia yang senantiasa beribadah dan memuji-Nya.
Keempat, kalimat jika manusia datang mendekati-ku dengan berjalan, maka Aku mendekati Dia denganberlari, yakni jika seorang hamba menuju kapada Allah swt maka rahmat Allah swt akan lebih cepat menuju kepada nya dan Dia melimpahkan karunia kepadanya. Kini terserah kepada manusia itu, jika mereka ingin mendapatkan rahmat dan karunia Allah, maka hendaknya mereka ingin mendapatkan rahmat dan karunia Allah, maka hendaknya mereka itu sendiri menuju atau mendekatkan diri mereka kepada-Nya.
Kelima, hadits di atas menyatakan bahwa 'jamaah para malaikat lebih baik daripada jamaah orang berdzikir', sedangkan manusia adalah asyaful makhuqat (makhluk yang paling mulia). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, telah jelas dalam terjemahannya bahwa yang dimaksud dengan ' lebih baik' di sini adalah suatu derajat khusus. Para malaikat adalah ma'shum, mereka tidak melakukan dosa. Kedua, karena jumlah malaikat lebih banyak daripada jumlah manusia, dan mereka lebih baik daripada manusia pada umumnya. Namun seorang mukmin atau Anbiya a.s lebih baik daripada malaikat.
Hadits ke-2
Abdullah bin busrin r.a berkata, “sesungguhnya ada seorang lelaki berkata, 'Wahai Rasululah, sesungguhnya telah banyak syariat Islam ini bagiku,maka beritahukanlah kepadaku sesuatu yang dapat saya amalkan.' Rasulullah saw berasabda, “ Selalulah membasahi lidahmu dengan dzikrullah.” (Hr.Ibnu Abi Dunta, al Bazzar , Ibnu Hibban, dan Thabrani)
Penjelasan :
Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Mu'adz r.a menceritakan pembicaraannya yang terakhir dengan Rasulullah saw adalah sbb:
“Ketika aku berpisah dengan Rasulullah saw dan aku bertanya amal manakah yang amat dicintai oleh Allah?” Maka Rasulullah saw menjawab, “Basahilah lidahmu dengan dzikrullah ketika kamu meninggal dunia”
Kata 'berpisah' di sini maksudnya ialah ketika Rasulullah saw mengutus Mu'adz bin Jabal r.a untuk melaksanakan dakwah dan tabligh, sekaligus diangkat menjadi gubernur di Yaman. Dalam Perpisahan itu, Rasulullah saw memberikan beberapa nasihat kapadanya. Mu'adz r.a pun mengemukakan beberapa pertanyaan kepada Rasulullah saw termasuk pertayaan diatas.
Yang dimaksud dengan 'telah banyak syariat' disini adalah, bahwasanya telah banyak sekali perintah dan larangan dalam agama, dan sangat penting intuk mengamalkannya dengan sempurna. Namun, diantara sekian banyak syariat itu, manakah yang paling penting, sehingga dapat dipegang dan diamalkan terus menerus dengan sekuat tenaga pada setiap saat dan tempat dapat dilakukan dengan berjalan, bangun, dan berdiri.
Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Barangsiapa yang didapati pada dirinya empat hal, niscaya ia akan memperoleh segala kebaikan di dunia dan diakhirat pertama, lidah yang senantiasa dibasahi denga dzikrullah . Kedua, hati yang senantiasa sibuk dengan bersyukur. Ketiga, tubuh yang senantiasa sehat.Keempat, seorang istri yang menjaga kehormatan dan harta suaminya, yaitu ia dapat menjaga dari segala keburukan.”
Yang dimaksud dengan 'Rathbul Lisan' adalah membasahi lidah dengan berdzikir. Para ulama telah mengartikan demikian, dan ini adalah suatu peribahasa yang umum. Dalam kehidupan keseharian pun jika seseorang banyak memuji atau membicarakan sesuatu, maka akan dikatakan bahwa si fulan itu basah lidahnya dengan memujinya. Menurut pendapat saya, jika seseorang mencintai seseorang, maka lidahnya akan merasa manis dan nikmat jika sering menyebut nama orang yang dicintainya. Hakekat ini tentu dirasakan oleh orang yang pernah jatuh cinta. Oleh karena itu maksudnya sudah jelas yaitu hendaknya menyebut nama Allah Yang Maha Suci sehingga kenikmatannya dapat dirasakan oleh orang yang menyebutnya. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar